Jumat, 09 April 2010

Privasi (Personal Space) dan Teritorial

Privasi adalah salah satu konsep dari gejala persepsi manusia terhadap lingkungannya, dimana konsep ini amat dekat dengan konsep ruang personal dan teritorialitas.

Konsep ‘privacy’ dalam arsitektur bisa diartikan sebagai suatu kebutuhan manusia untuk menikmati sebagian dari kehidupan sehari-harinya tanpa ada gangguan baik langsung maupun tidak langsung oleh subjek lain. Hal ini dinyatakan dalam suatu ruang yang tertutup dari jangkauan pandangan maupun fisik dari pihak luar. Jadi jelas ada batasan-batasan fisik untuk mencapainya.

Pengertian Privasi sendiri antara lain adalah :

Privasi adalah kemampuan satu atau sekelompok individu untuk mempertahankan kehidupan dan urusan personalnya dari publik, atau untuk mengontrol arus informasi mengenai diri mereka. (http://id.wikipedia.org/wiki/Privasi)

Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan menyangkut keterbukaan atau ketertutupan , yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar di capai orang lain. (Dibyo Hartono, 1986)


Psikologi mengartikan ‘privacy’ sebagai kebebasan pribadi untuk memilih apa yang akan di sampaikan. Dengan perkataan lain, ‘privacy’ dalam psikologi belum tentusampaikan atau dikomunikasikan tentang dirinya sendiri dan kepada siapa akan disampaikan akan tercipta hanya dengan adanya batasan-batasan fisik saja. Psikologipun mengklasifikasikan ‘privacy’ ini menjadi: ‘solitude’ yang berarti kesunyian, ‘intimacy’ atau keintiman, ‘anonymity’ atau tanpa identitas, dan ‘reserve’ yang berarti kesendirian.

Privacy memiliki 2 jenis penggolongan,
1. Golongan yang berkeinginan untuk tidak diganggu secara fisik.
a. Keinginan untuk menyendiri (solitude)
Misalnya ketika seseorang sedang dalam keadaan sedih dia tidak ingin di ganggu oleh siapapun.
b. Keinginan untuk menjauhkan dari pandangan atau gangguan suara tetangga / lalu lintas (seclusion)
Misalnya saat seseorang ingin menenangkan pikirannya , ia pergi ke daerah pegunungan untuk menjauhkan diri dari keramaian kota.
c. Keinginan untuk intim dengan orang-orang tertentu saja, tetapi jauh dari semua orang (intimacy)
Misalnya orang yang pergi ke daerah puncak bersama orang-orang terdekat seperti keluarga.

2. Golongan yang berkeinginan untuk menjaga kerahasiaan diri sendiri yang berwujud dalam tingkah laku hanya memberi informasi yang dianggap perlu.
a. Keinginan untuk merahasiakan jati diri (anaonimity)
b. Keinginan untuk tidak mengungkapkn diri terlalu banyak kepada orang lain (reserve)
c. Keinginan untuk tidak terlibat dengan tetangga (not neighboring)

Pagar tinggi menunjukkan orang-orang yang ingin menjaga kerahasiaan dirinya

Pelanggaran dari beberapa persyaratan privasi


Dalam hubungannya dengan orang lain, manusia memiliki referensi tingkat privasi yang diinginkannya. Ada saat-saat dimana seseorang ingin berinteraksi dengan orang lain (privasi rendah) dan ada saat-saat dimana ia ingin menyendiri dan terpisah dari orang lain (privasi tunggu). Untuk mencapai hal itu, ia akan mengkontrol dan mengatur melalui suatu mekanisme perilaku.
A. Perilaku Verbal
Perilaku diamana dengan cara mengatakan kepada orang lain secara verbal,sejauh mana orang lain boleh berhubungan dengannya.misalnya dengan berkata, “maaf, saya tidak punya waktu”

B. Perilaku non verbal
Perilaku ini dilakukan dengan menunjukan ekspresi wajah atau gerakan tubuh tertentu sebagai tanda senang atau tidak senang.

C. Mekanisme Kultural
Biasanya berkaitan dengan adat istiadat, aturan atau norma yang menggambarkan keterbukaan atau ketertutupan kepada orang lain.

D. Ruang Personal
Ruang personal adalah salah satu mekanisme perilaku untuk mencapai tingkat privasi tertentu.
Beberapa karakterisitik ruang personal menurut Sommer (dalam altman,1975),
pertama, batas diri yang tidak boleh dimasuki oleh orang lain. Kedua, ruang personal itu tidak berupa pagar yang tampak mengelilingi seseorang dan terlerak di suatu tempat tetapi batas itu melekat pada diri dan dibawa kemana-mana. Ketiga, ruang personal adalah batas kawasan yang dinamis, yang berubah-ubah besarnya sesuai dengan waktu dan situasi. Keempat, pelanggaran ruang personal ini akan dirasakan sebagai ancaman sehingga daerah ini dikontrol dengan kuat.

Personal space/ruang pribadi adalah kawasan sekitarnya seseorang yang mereka anggap sebagai psikologis mereka. Invasi ruang pribadi sering menyebabkan ketidaknyamanan, kemarahan, atau kecemasan pada pihak korban. (Edward T. Hall , yang gagasannya dipengaruhi oleh Heini Hediger)


Ruang pribadi Seseorang (dan sesuai zona kenyamanan ) adalah sangat bervariasi dan sulit untuk mengukur secara akurat. Perkiraan tempat itu sekitar 24,5 inci (60 cm) di kedua sisinya, 27,5 inci (70 cm) di depan dan 15,75 inci (40 cm) di belakang untuk orang Barat rata-rata.


Ruang pribadi adalah sangat bervariasi. Mereka tinggal di sebuah tempat yang berpenduduk padat cenderung memiliki ruang pribadi yang lebih kecil.Warga India cenderung memiliki ruang pribadi lebih kecil daripada di Mongolia padang rumput, baik dalam hal rumah dan individu. Untuk contoh yang lebih rinci, lihat kontak Tubuh dan ruang pribadi di Amerika Serikat.
Ruang pribadi telah berubah historis bersama dengan batas-batas publik dan swasta dalam budaya Eropa sejak Kekaisaran Romawi. Topik ini telah dieksplorasi dalam A History of Private Life, di bawah redaktur umum Philippe Aries dan Georges Duby, diterbitkan dalam bahasa Inggris oleh Belknap Press.
ruang pribadi adalah juga dipengaruhi oleh posisi seseorang dalam masyarakat dengan individu-individu lebih makmur menuntut ruang pribadi yang lebih besar. Orang membuat pengecualian terhadap, dan memodifikasi persyaratan ruang mereka. Misalnya dalam pertemuan romantis tegangan dari jarak dekat yang memungkinkan ruang pribadi dapat ditafsirkan kembali ke semangat emosional. Selain itu, sejumlah hubungan memungkinkan untuk ruang pribadi untuk dimodifikasi dan ini termasuk hubungan keluarga, mitra romantis, persahabatan dan kenalan dekat di mana tingkat yang lebih besar dari kepercayaan dan pengetahuan seseorang memungkinkan ruang pribadi harus dimodifikasi.

E. Teritorialitas
Pembentukan kawasan teritotial adalah mekanisme perilaku untuk mencapai privasi tertentu. Kalau mekanisme ruang personal tidak memperlihatkan dengan jelas batas-batasan antar diri dengan orang lain, maka pada teritorialitas batas-batas tersebut nyata dengan tempat yang relative tetap.

Tinjauan teori teritorialitas

Sebagai awal teori teritori yang digunakan dalam desain ruang publik, pertama kali teori dikembangkan oleh Altman seorang pakar masalah perilaku. Awalnya dia mengembangkan teori ”Behaviour Constraint ” atau yang biasa disebut dengan teori hambatan perilaku. Premis asal teori ini adalah stimulasi yang berlebih atau yang tidak diinginkan, mendorong terjadinya arousal atau hambatan dalam kapasitas pemrosesan informasi. Akibatnya seseorang atau kelompok merasa kehilangan kontrol terhadap situasi yang sedang terjadi. Hal tersebut menjadi awal terbentuknya teori dan konsep teritori pada desain lingkungan.

… a territory is a delimited space that a person or a group uses and defends as an exclusive preserve. It involves psychological identification with a place, symbolizedby attitudes of possessiveness and arrangement of objects in the area….
Lebih lanjut Irwin Altman menyatakan bahwa :
… Territorial behaviour is a self-other boundary regulation mechanism that involves personalization of or marking a place or object and communication that it is owned by a person or group.

Definisi diatas menyatakan karakter dasar dari suatu teritori yaitu tentang
1. Kepemilikan dan tatanan tempat.
2. Personalisasi atau penandaan wilayah.
3. Taturan atau tatanan untuk mempertahankan terhadap gangguan
4. Kemampuan berfungsi yang meliputi jangkauan kebutuhan fisik dasar sampai kepuasan kognitif dan kebutuhan aesthetic

Berdasar teorisasi tersebut diletakkan dasar pengertian sekaligus batasan definisi tentang tempat privat dan tempat public Place pada pernyataan di atas menunjuk pada ruang dalam konteks perilaku lingkungan yang dinyatakan dengan adanya batas fisik yang dibangun melingkupi suatu ruang ( terkadang dengan tujuan untuk membatasi gerak, pandangan atau suara ). Ruang juga ditandai (sebagai batasan) oleh perilaku organisme yang diwadahinya. Pertahanan atas serangan terhadap territorial hendaknya tidak dibaca secara harfiah. Karakter perilaku keruangan dalam suatu ruangan bisa sangat beragam namun ada satu kesamaan mendasar yang disebut ‘teritoriality’.
Manusia berakal mendudukkan teritory sebagai wilayah kekuasaan dan pemilikan yang merupakan organisasi informasi yang berkaitan dengan identitas kelompok.( sebagai contoh adalah pernyataan ‘apa yang kita punya’ dan ‘apa yang mereka punya’).
Irwin Altman (1975) membagi teritori menjadi tiga kategori dikaitkan dengan keterlibatan personal, involvement, kedekatan dengan kehidupan sehari hari individu atau kelompok dan frekuensi penggunaan.
Tiga kategori tersebut adalah primary,secondary dan public territory.
1. Primary territory, adalah suatu area yang dimiliki, digunakan secara eksklusif, disadari oleh orang lain, dikendalikan secara permanen, serta menjadi bagian utama dalam kegiatan sehari-hari penghuninya.
2. Secondary territory, adalah suatu area yang tidak terlalu digunakan secara eksklusif oleh seseorang atau sdekelompok orang mempunyai cakupan area yang relatif luas, dikendalikan secara berkala.
3. Public territory, adalah suatu area yang digunakan dan dapat diamsuki oleh siapapun akan tetapi ia harus mematuhi norma-norma serta aturan yang berlaku di area tersebut.
Ketiga kategori tersebut sangat spesifik dikaitkan dengan kekhasan aspek kultur masyarakatnya. Kalau merujuk pada batasan diatas maka yang disebut dengan tempat privat adalah setara dengan primary teritory sedangkan tempat publik setara dengan public territory.
Dalam terminologi perilaku , hal diatas berkaitan dengan apa yang disebut sebagai privacy manusia. Seperti yang dinyatakan oleh Edney (1976). Type dan derajat privacy tergantung pola perilaku dalam konteks budaya, dalam kepribadiannya serta aspirasi individu tersebut.
Penggunaan dinding, screen, pembatas simbolik dan pembatas teritory nyata, juga jarak merupakan mekanisme untuk menunjukkan privacy.
Konsep privasi dan teritorial memang terkait erat. Namun definisi privasi lebih ditekankan pada kemampuan individu atau kelompok untuk mengkontrol daya visual, auditory, dan olfactory dalam berinteraksi dengan sesamanya. Dalam arti konsep privacy menempatkan manusia sebagai subyeknya bukan tempat /place yang menjadi subyeknya
Tiap individu mempunyai perbedaan perilaku keruangannya. Perbedaan ini merefleksikan perbedaan pengalaman yang dialami dalam pengelolaan perilaku keruangan sehubungan dengan fungsinya sebagai daya proteksi dan daya komunikasi. Yang menyebabkan perbedaan tanggapan ini antara lain jenis kelamin, daya juang, budaya, ego state, status sosial, lingkungan, dan derajat kekerabatan (affinity) sebagai sub system perilaku. Lebih jauh hal ini akan menentukan kualitas dan keluasan personal space yang dimiliki tiap individu ( disamping tentu saja
adanya pengaruh schemata, afeksi, perilaku nyata, pilihan tiap individu).
Seperti yang telah dikemukan, bahwa pada konsep pendekatan perilaku dalam desain ruang publik, teritorialitas merupakan hal yang sangat mempengaruhi perilaku pada ruang publik, karena pembentukan teritori yang lebih luas dari individu atau kelompok akan menyangkut pula pada hak teritorial individu atau kelompok lainnya. Hal tersebut sering kali membuat terjadinya masalah diruang publik, hingga dalam desain ruang publik harus betul-betul memperhatikan dan menekankan desain pada perilaku teritorialitas.
Teritori interaksi ditujukan untuk sebuah daerah yang secara temporer dikendalikan oleh sekelompok orang yang berinteraksi. Sementara teritori badan dibatasi oleh badan manusia namun berbeda dengan ruang personal yang batasnya bukanlah ruang maya melainkan kulit manusia.
1. Pelanggaran dan pertahanan teritori
Bentuk pelanggaran teritori dapat diindikasikan adalah sebagai suatu invasi ruang. Secara fisik seseorang memasuki teritori orang lain biasanya dengan maksud mengambil kendali atas teritori tersebut.
Bentuk kedua adalah kekerasan sebagai sebuah bentuk pelanggaran yang bersifat temporer atas teritori orang lain, biasanya hal ini bukan untuk menguasai teritori orang lain melainkan suatu bentuk gangguan, seperti gangguan terhadap fasilitas publik.
Bentuk ketiga adalah kontaminasi, yaitu seseorang mengganggu teritori orang lain dengan meninggalkan sesuatu yang tidak menyenangkan seperti sampah, coretan atau merusaknya.
Pertahanan yang dapat dilakukan untuk mencegah pelanggaran teritori antara lain; 1) Pencegahan seperti memberi lapisan pelindung, memberi rambu-rambu atau pagar batas sebagai antisipasi terhadap bentuk pelanggaran.2) Reaksi sebagai respon terhadap terjadinya pelanggaran, seprti menindak si pelanggar.

1. Pengaruh pada teritorialitas.
Beberapa faktor yang mempengaruhi keanekaan teritori adalah karakteristik personal seseorang, perbedaan situasional dan faktor budaya.
a). Faktor Personal
Faktor personal yang mempengaruhi karakteristik seseorang yaitu jenis kelamin, usia dan kepribadian yang diyakini mempunyai pengaruh terhadap sikap teritorialitas.
b). Faktor Situasi
Perbedaan situasi berpengaruh pada teritorialitas, ada dua aspek situasi yaitu tatanan fisik dan sosial budaya yang mempunyai peran dalam menentukan sikap teritorialitas.
c). Faktor budaya
Faktor budaya mempengaruhi sikap teritorialitas. Secara budaya terdapat perbedaan sikap teritori hal ini dilatar belakangi oleh budaya seseorang yang sangat beragam. Apabila seseorang mengunjungi ruang publik yang jauh berada diluar kultur budayanya pasti akan sangat berbeda sikap teritorinya. Sebagai contoh seorang Eropa datang dan berkunjung ke Asia dan dia melakukan interaksi sosial di ruang publik negara yang dikunjungi, ini akan sangat berbeda sikap teritorinya.

2. Teritorialitas dan agresi
Salah satu aspek yang paling menarik dari teritorialitas adalah hubungan antara teritori dan agresi. Walaupun tidak selalu disadari, teritori berfungsi sebagai pemucu agresi dan sekaligus sebagai stabilisator untuk mencegah terjadinya agresi. Salah satu faktor yang mempengaruhi hubungan antara teritorialitas dan agresi adalah status dari teritori tertentu ( apakah teritori tersebut belum terbentuk secara nyata atau dalam perebutan, atau sudah tertata dengan baik ). Ketika teritori belum terbentuk secara nyata, atau masih dalam perebutan agresi lebih sering terjadi.
Apa akibatnya jika terjadi invasi teritori ?, Altman (1975), mengatakan bahwa atribusi yang kita pergunakan untuk menilai suatu tindakan akan menentukan respon terhadap invasi teritori tersebut hingga kita hanya akan merasakan suatu tindakan agresi pada saat kita merasakan tidak orang lain yang kita anggap mengancam. Kemudian secara umum kita memakai respon verbal, kemudian memakai cara-cara fisik seperti memasang papan atau tanda peringatan.
Teritorialitas berfungsi sebagai proses sentral dalam personalisasi, agresi, dominasi, koordinasi dan kontrol.
a). Personalisasi dan penandaan.
Personalisasi dan penandaan seperti memberi nama, tanda atau menempatkan di lokasi strategis, bisa terjadi tanpa kesadaran teritorialitas. Seperti membuat pagar batas, memberi nama kepemilikan. Penandaan juga dipakai untuk mempertahankan haknya di teritori publik, seperti kursi di ruang publik atau naungan.

b). Agresi.
Pertahanan dengan kekerasan yang dilakukan seseorang akan semakin keras bila terjadi pelanggaran di teritori primernya dibandingkan dengan pelanggaran yang terjadi diruang publik. Agresi bisa terjadi disebabkan karena batas teritori tidak jelas.
c). Dominasi dan Kontrol.
Dominasi dan kontrol umumnya banyak terjadi di teritori primer. Kemampuan suatu tatanan ruang untuk menawarkan privasi melalui kontrol teritori menjadi penting.

3. Teritori sebagai perisai perlindungan.
Banyak individu atau kelompok rela melakukan tindakan agresi demi melindungi teritorinya, maka kelihatannya teritori tersebut memiliki beberapa keuntungan atau hal yang dianggap penting. Kebenaran dari kalimat ” Home Sweet Home”, telah diuji dalam berbagai eksperimen. Penelitian mengenai teritori primer, skunder, dan publik menunjukkan, bahwa orang cenderung merasa memiliki kontrol terbesar pada teritori primer, dibanding dengan teritori sekunder maupun teritori publik. Ketika individu mempresepsikan daerah teritorinya sebagai daerah kekuasaannya, itu berarti mempunyai kemungkinan untuk mencegah segala kondisi ketidak nyamanan terhadap teritorinya.
Seringkali desain ruang publik tidak memperhatikan kebutuhan penghuninya untuk memanfaatkan teritori yang dimilikinya.