Senin, 25 April 2011

Ken Livingstone dan London



Yup, inilah Ken Livingstone, the Mayornya kota London yang dengan beraninya menyerukan terobosan baru bagi sistem transportasi di kota London. Ken Livingstone dengan sigapnya berusaha melakukan hal yang terbaik demi terciptanya ketidakmacetan akibat terlalu banyaknya penggunaan kendaraan pribadi. Bayangin aja, dengan peraturan baru yang dia buat London bisa mengurangi tingkat kemacetan hingga 30%, well coba kita juga the mayor yang seriously wanna change Jakarta, and the mayor who will not ever forget about the participating of people. Jakarta juga punya peraturan yang almost wisely done kalo kita punya masyarakat yang mengerti dan mendapat sosialisasi dari pemerintah.

Hal yang dilakukan ole Ken Livinstone sebenarnya sedang dilakukan oleh Jakarta, yap di tahun 2000 Ken Livingstone berusaha untuk mengubah pola pikir masyarakat dari menggunakan kendaraan pribadi menjadi 'mari kita gunakan kendaraan umum dan kurangi kemacetan'. Sama seperti di Jakarta, kita juga punya kan Transjakarta yang seharusnya menjadi kendaraan bersama masyarakat Jakarta. Well, kalo menurut gwe orang - orang Jakarta tuh punya gengsi tinggi. Mereka lebih memilih bermacet - macetan di kendaraan (karena lagi - lagi, yang bawa mobil kan bukan mereka). Padahal we have no more space guys! Memang itulah perbedaan pola pikir orang Barat dan Indonesia, orang luar itu lebih mengutamakan kepentingan bersama. Padahal slogan Indonesia kan bergotong royong, sayangnya bergotong royong mengurangi kemacetan bukan termasuk tujuan utama gotong royong adanya juga gotong doyong. Tariiikk maaangg!

Kebijakan Ken Livingstone untuk memberikan tarif di beberapa jalan utama di kota London, juga patut diacungi jempol. Dan lagi - lagi semuanya gak lepas dari partisipasi masyarakat. Masyarakat mereka disiplin (walau ada beberapa gerakan yang menolak kebijakan ini) but most of all, pilih mana? membayar? atau terjebak kemacetan, terlambat kerja dan paling parahnya dipecat? see? semuanya seimbang, apa yang dikorbankan pasti ada hikmahnya. Entah kenapa, pandangan gwe, semua kebijakan bayar membayar yang dibuat oleh Sir Ken Livingstone ini sama sekali gak dikorupsiin. Orang luar mempunya moral malu dalam mengambil uang yang bukan haknya. Bukan di negara kita, yang moral malunya sudah habis. Kita bahkan gak dikasih rincian jelas mengenai fungsi dan kemana serta untuk apa uang yang kita keluarkan?

Coba ya, kita bisa mempunyai The Mayor seperti Ken Livingstone, masyarakat yang punya disiplin tinggi serta moral tidak mau mengambil uang yang bukan haknya.
Jakarta, Indonesia, dan semua provinsi serta kota - kota, desa - desa, kabupaten, etcnya pasti akan JAUH LEBIH INDAH dibandingkan kota manapun di Indonesia.

I cry for u my beloved Country :(

Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK

Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK) mengacu pada pemanfaatan wilayah kota secara terperinci, pemanfaatan ini diharapkan dapat membawa perubahan besar dalam masyarakat di Indonesia dalam segi ekonomi, pendidikkan dan lain-lain. Oleh karena itu pemerintah membuat sejumlah detail tata ruang kawasan untuk dimanfaatkan oleh masyarakat.

Contoh isu pemanfaatan lahan yang relevan untuk dibahas antara lain adalah sebagai berikut:

A. Pemanfaatan Lahan yang Kurang Memperhatikan Daya Dukung Lingkungan

Perhatian terhadap daya dukung lingkungan merupakan kunci bagi perwujudan ruang hidup yang nyaman dan berkelanjutan. Daya dukung lingkungan merupakan kemampuan lingkungan untuk mengakomodasi kegiatan-kegiatan yang berkembang di dalamnya, dilihat dari ketersediaan sumber daya alam dan buatan yang dibutuhkan oleh kegiatan-kegiatan yang ada, serta kemampuan lingkungan dalam mentolerir dampak negatif yang ditimbulkan.

Perhatian terhadap daya dukung lahan seyogyanya tidak terbatas pada lokasi di mana sebuah kegiatan berlangsung, namun harus mencakup wilayah yang lebih luas dalam satu ekosistem. Dengan demikian, keseimbangan ekologis yang terwujud juga tidak bersifat lokal, namun merupakan keseimbangan dalam satu ekosistem.

Tidak dapat dipungkiri saat ini masih dijumpai pemanfaatan lahan yang kurang memperhatikan daya dukung lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai permasalahan yang masih kita hadapi seperti semakin berkurangnya sumber air baku, baik air permukaan maupun air bawah tanah terutama di kawasan perkotaan besar dan metropolitan. Di samping itu, tumbuhnya kawasan-kawasan kumuh di kawasan perkotaan mencerminkan pengembangan kawasan perkotaan yang melampaui daya dukung lingkungan untuk memberikan kehidupan yang sejahtera kepada masyarakat.

Permasalahan banjir yang frekuensi dan cakupannya meningkat juga disebabkan oleh maraknya pemanfaatan lahan di kawasan resapan air tanpa memperhatikan dampaknya terhadap kawasan yang lebih luas.

Terkait daya dukung lingkungan, terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pemanfaatan lahan:

a. Ketersediaan sumber daya alam dan sumber daya buatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan yang akan dikembangkan. Dalam konteks ini ketersediaan tersebut harus diperhitungkan secara cermat, agar pemanfaatan sumber daya alam dapat dijaga pada tingkat yang memungkinkan upaya pelestariannya.

b. Jenis kegiatan yang akan dikembangkan harus sesuai dengan karakteristik geomorfologis lokasi (jenis tanah, kemiringan, struktur batuan). Hal ini dimaksudkan agar lahan dapat didorong untuk dimanfaatkan secara tepat sesuai dengan sifat fisiknya.

c. Intensitas kegiatan yang akan dikembangkan dilihat dari luas lahan yang dibutuhkan dan skala produksi yang ditetapkan. Hal ini sangat terkait dengan pemenuhan kebutuhan sumber daya alam dan sumber daya buatan sebagaimana telah disampaikan di atas. Intensitas kegiatan yang tinggi akan membutuhkan sumber daya dalam jumlah besar yang mungkin tidak sesuai dengan ketersediaannya.

d. Dampak yang mungkin timbul dari kegiatan yang akan dikembangkan terhadap lingkungan sekitar dan kawasan lain dalam satu ekosistem, baik dampak lingkungan maupun dampak sosial. Hal ini dimaksudkan agar pengelola kagiatan yang memanfaatkan lahan dapat menyusun langkah-langkah antisipasi untuk meminimalkan dampak yang timbul.

e. Alternatif metoda penanganan dampak yang tersedia untuk memastikan bahwa dampak yang mungkin timbul oleh kegiatan yang akan dikembangkan dapat diselesaikan tanpa mengorbankan kepentingan lingkungan, ekonomi, dan sosial-budaya masyarakat.

B. Konversi Pemanfaatan Lahan yang Tidak Terkontrol

Konversi pemanfaatan lahan dari satu jenis pemanfaatan menjadi pemanfaatan lainnya perlu diperhatikan secara khusus. Beberapa isu penting yang kita hadapi saat ini antara lain adalah:

a. Konversi lahan-lahan berfungsi lindung menjadi lahan budidaya yang berakibat pada menurunnya kemampuan kawasan dalam melindungi kekayaan plasma nuftah dan menurunnya keseimbangan tata air wilayah.

b. Konversi lahan pertanian produktif menjadi lahan non-pertanian secara nasional telah mencapai 35.000 hektar per tahun. Khusus untuk lahan pertanian beririgasi di Pulau Jawa, laju alih fungsinya telah mencapai 13.400 hektar per tahun yang tentunya disamping mengancam ketahanan pangan nasional, juga dapat mengganggu keseimbangan lingkungan.

c. Konversi ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan menjadi lahan terbangun telah menurunkan kualitas lingkungan kawasan perkotaan.

Permasalahan tersebut di atas terjadi akibat dari kurangnya perhatian terhadap kepentingan yang lebih luas. Untuk mengatasinya diperlukan perangkat pengendalian yang mempu mengarahkan agar pemanfaatan lahan tetap sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

Revisi PP No. 47/1997

Revisi PP No. 47/1997 bertujuan untuk menyiapkan RTRWN sebagai acuan hukum yang kuat bagi penataan ruang nasional yang akan diterapkan sampai ke tingkat Kabupaten/Kota. Diharapkan hasil revisi ini dapat mengakomodasi apa yang telah ditetapkan dalam RUU Penataan Ruang yang telah disepakati bersama.

Beberapa hal yang diubah dalam revisi ini yaitu perubahan dan penambahan pengaturan kawasan lindung nasional, penambahan dan penguatan kawasan budidaya nasional, penguatan dan penambahan pengaturan kawasan tertentu, penguatan dan penambahan pengaturan sistem kota-kota nasional, penguatan dan penambahan pengaturan sistem transportasi nasional, serta penguatan dan penambahan kriteria pengelolaan kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan tertentum sistem pusat pemukiman, dan jaringan prasarana wilayah.

Selain itu perkembangan dan pertumbuhan kota/perkotaan disertai dengan alih fungsi lahan yang pesat, telah menimbulkan kerusakanlingkungan yang dapat menurunkan daya dukung lahan dalam menopang kehidupan masyarakat di kawasan perkotaan, sehingga perlu dilakukan upaya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan melalui penyediaan ruang terbuka hijau yang memadai.

Sehingga disebutkan juga mengenai ruang terbuka hijau, hal ini berkaitan dengan bagaimana global warming terjadi dan perlu diterapkan sistem penghijauan pada tata kota di Indonesia. Hal ini juga merupakan salah satu partisipasi Indonesia dalam mengurangi dampak Global Warming.

Per. Mendagri No. 2 Tahun 1987 dan Per. Mendagri No. 1 Tahun 2008

Ada beberapa revisi yang telah dilakukan oleh pemerintah mengenai permendagri perkotaan di Indonesia, seperti halnya Per. Mendagri No. 2 Tahun 1987 yang kemudian direvisi menjadi Per. Mendagri No. 1 Tahun 2008. Beberapa alasan (yang mungkin) membuat Per. Mendagri No. 2 Tahun 1987 perlu untuk direvisi adalah :

Rencana Tata Ruang kota yang berisi rencana penggunaan lahan perkotaan, menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 tahun 1987, dibedakan dalam Rencana Umum Tata Ruang Kota, yang merupakan rencana jangka panjang; Rencana Detail Tata Ruang Kota, sebagai rencana jangka menengah, dan Rencana Teknis Tata Ruang Kota, untuk jangka pendek. Ketiga jenis tata ruang kota tersebut disajikan dalam bentuk peta-peta dan gambar-gambar yang sudah pasti (blue print).

Sebagaimana dikemukakan oleh para pakar ilmu sosial, bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa yang sedang berkembang, sangatlah dinamis dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Terlebih lagi dengan berkembang-pesatnya teknologi komunikasi dan transportasi di dalam era globalisasi. Pada kondisi masyarakat yang demikian kiranya kurang tepat dengan diterapkannya perencanaan tata ruang kota yang bersifat pasti atau blue print planning. Blue print planning lebih tepat diterapkan pada masyarakat yang sudah mantap, karena pada masyarakat yang sudah mantap ini, perubahan-perubahan yang terjadi sangatlah kecil. Sedang untuk masyarakat yang sedang berkembang lebih tepat diterapkan model process planning.

Oleh karena itu, dilakukanlah penyempurnaan peraturan yang di ungkapkan dalam Per. Mendagri No. 1 Th 2008 sebagai pengganti Per. Mendagri No. 2 Th 1987

Selain itu, hal lain (yang mungkin) menjadi alasan untuk dibuat revisi adalah Pada per.mendagri no.2 tahun 1987 di jelaskan mengenai tujuan dari perencanaan suatu kota yang telah berdiri, pasal ini lebih memfokuskan pada suatu kota yang telah ada. Sedangkan Indonesia merupakan negara yang masih berkembang, sehingga dibutuhkan adanya pengembangan kota-kota baru agar tercipta banyak ruang baru dan juga merupakan solusi untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah akibat dari urbanisasi karena sistem desentralisasi. Selain itu juga pada per. Mendagri no,1 tahun 2008 pasal 22 dibeberkan mengenai peremajaan kawasan perkotaan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat sehingga memberikan kesempatan untuk dapat berkembang lebih pesat.

Dan alasan terakhir dari hasil analisis saya adala Pada Per.Mendagri no. 2 Tahun 1987 pasal 2 maksud perencanaan kota adalah untuk mewujudkan peningkatan kualitas hidup masyarakat kota. Pasal ini lebih cocok apabila digunakan bagi negara-negara stabil yang sudah mapan, yang telah memiliki kota-kota dengan kualitas dan kuantitas, akan tetapi harus tetap ditingkatkan untuk mengikuti perkembangan jaman. Sedangkan di Indonesia, masih perkembangan antara kota tidak seimbang, banyak gap yang terjadi. Hanya beberapa kota yang berkembang dengan pesat, sehingga dibuatlah per.mendagri no. 1 tahun 2008 pasal 16 yang menjelaskan mengenai perencanaan perkotaan baru.

Sekian dan terima kasih, we love u Indonesia! ;)