Minggu, 28 November 2010

Kritik Arsitektur dengan METODE DESKRIPTIF pada Margo City






well, siapa sih yang gak kenal Margo City?

Pusat perbelanjaan di jalan Margonda Raya (jala

n yang notabene adalah akses utama kota Depok), selain it

u yang bikin Margo City beken adalah focal point pada bagian roofnya..

anyway, sebelum kita ngebahas mengenai Margo City, lebih

baik kita check dulu profilenya

Peta Lokasi Margo City

(tak kenal maka tak sayang)

Night View

Margo City merupakan Pusat Belanja & Hiburan yang terletak di Jl. Margonda Raya, dengan gedung berdesain dinamis dan modern. Margo City dibangun dengan luas bangunan 67.000 M2 berdiri di atas tanah seluas 7.5 Ha. Margo City yang mengedepankan pelayanan terbaik sebagai acuan dalam mengelola manajemen gedung tersebut, juga didukung dengan desain arsitektur yang khas dan unik, yaitu memiliki land mark sebuah crown berbentuk rangkaian bes

i tersusun menjulang di atas atrium dan skylight, setinggi 40 m. Bangunan 4 lantai yang terdiri dari Lower Ground, Ground Floor, 1st Floor dan 2nd Floor ini dilengkapi dengan 4 void dan Escalator, Travelator dan Elevator bagi pengunjung.

Bangunan Kolonial yang tetap dipertahankan

Leased Mall yang mengadopsi konsep Single Coridor ini, berawal dari konsep comprehensive yang menerangkan arti kata “city” yaitu kota yang didalamnya terdapat berbagai fasilitas. Fasilitas tersebut dikembangkan dalam bentuk clustered dan terwujud dalam 3 zona yang meliputi: Margo Zone, City Zone dan O-Zone dengan rincian:

  1. Margo Zone adalah area Food & Beverage dengan rangkaian café, restoran, patisserie and bakery serta Food Court dengan desain unik ber kapasitas 500 tempat duduk.
  2. City Zone merupakan area retail fashion dan life style yang menampilkan beragam fasilitas dan brand dari dalam maupun luar negri.
  3. Melengkapi kedua zone tersebut, area depan Margo City di lengkapi dengan O-Zone, sebuah area outdoor dengan kelengkapan fasilitas olahraga dan out door seperti : futsal, basket, jogging track, cycling track, skateboard area, bungee trampoline serta beragam fasilitas untuk mahasiswa (students center, DVD/ VCD rental, studio recording, café, dll).

Mengusung konsep minimalis, mal ini tidak banyak menampilkan ornamen pada interiornya kecuali lengkungan sisi berwarna putih penyangga atap yang hanya berada di satu sisi. Warna yang digunakan pun tidak terlalu banyak, hanya menggunakan perpaduan warna jingga, biru dan putih. Hal ini menunjukkan bahwa hal yang ingin ditonjolkan oleh margo city adalah sculpture berupa lengkungan besi berwarna putih. Konsep ini sangat berhasil karena sculpture ini kemudian menjadi landmark jalan margonda raya, dan dapat dilihat dari jarak yang cukup jauh.

Margo City memiliki koridornya yang luas. Di lantai dasar lebarnya sekitar 9 meter dan di lantai atas selebar 3 meter. Mal ini juga mengadaptasi koridor tunggal supaya pengunjung tidak bingung mencari toko tujuan.

Desain ini juga menguntungkan penyewa karena pengunjung bisa langsung melihat semua toko yang ada di mal, tidak seperti Depok Town Square yang memberikan alur sirkulasi yang menyulitkan pengunjung, karena adanya permainan arah eskalator.

Atrium terdapat di depan pintu utama seluas 400 meter persegi dengan langit-langit kaca tembus pandang setinggi 40 meter, sehingga pengunjung dapat menikmati pencahayaan alami dan pengelola dapat mengurangi penggunaan pasokan listrik di siang hari. Dari atrium tampak mahkota Margo City berupa rangkaian besi berwarna putih. Mahkota ini dibuat dengan tujuan menjadikan Margo sebagai Landmark Depok.

Margo City sendiri sejak awal direncakan sebagai pusat perbelanjaan dan pusat hiburan dengan area open space yang besar. Dapat terlihat dengan adanya area bermain bagi anak – anak dan remaja. Tersedia fasilitas untuk bermain skateboard, dan juga flying fox.

Ide memberi ruang terbuka di depan mal memang memberikan kesan lapang, tapi sayangnya ini membuat Margo hanya ramah bagi pemilik kendaraan bermotor. Pengunjung harus berjalan kaki sekitar empat menit untuk mencapai pintu utama. Untuk itu pengelola menyediakan sarana transportasi berupa mini train untuk pengunjung yang berjalan kaki.

Kanopi yang melindungi jalur pejalan kaki pun tidak sepenuhnya memadai menaungi pejalan kaki karena memiliki celah-celah yang bisa diterobos sinar atau air. Pemilik kendaraan juga mengalami masalah yang sama karena kanopi yang disediakan tidak menjangkau lokasi parkir yang jauh dari bangunan utama.

Dari sisi lingkungan, mal ini sebetulnya bisa menjadi bangunan yang lebih ramah lingkungan jika ruang terbuka yang menjadi wilayah resapan air tidak sepenuhnya ditutupi paving block. Alternatifnya, bisa disediakan area terbuka dengan pepohonan yang cukup banyak.

Hal yang patut dipelajari dari Margo City adalah letaknya yang berdekatan dengan Depok Town Square, hal ini menjadikan area jalan di depan margo City menjadi simpul kemacetan jalan Margonda Raya. Seharusnya pemerintah kota mempertimbangankan lokasi antar mall, karena dapat berdampak buruk pada aksesibilitas jalan. Selain itu, perlu dipertimbangkan mengenai kecocokkan tata guna lahan yang telah ditetapkan dengan penggunaan bangunan itu sendiri. Jangan sampai merubah tata guna lahan sebagai daerah resapan air menjadi bangunan yang hanya mempertimbangkan nilai ekonomi.

Margo City dan Kritik

well, siapa sih yang gak kenal Margo City?

Pusat perbelanjaan di jalan Margonda Raya (jalan yang notabene adalah akses utama kota Depok), selain itu yang bikin Margo City beken adalah focal point pada bagian roofnya..

anyway, sebelum kita ngebahas mengenai Margo City, lebih baik kita check dulu profilenya

(tak kenal maka tak sayang)

Margo City merupakan Pusat Belanja & Hiburan yang terletak di Jl. Margonda Raya, dengan gedung berdesain dinamis dan modern. Margo City dibangun dengan luas bangunan 67.000 M2 berdiri di atas tanah seluas 7.5 Ha. Margo City yang mengedepankan pelayanan terbaik sebagai acuan dalam mengelola manajemen gedung tersebut, juga didukung dengan desain arsitektur yang khas dan unik, yaitu memiliki land mark sebuah crown berbentuk rangkaian besi tersusun menjulang di atas atrium dan skylight, setinggi 40 m. Bangunan 4 lantai yang terdiri dari Lower Ground, Ground Floor, 1st Floor dan 2nd Floor ini dilengkapi dengan 4 void dan Escalator, Travelator dan Elevator bagi pengunjung.

Leased Mall yang mengadopsi konsep Single Coridor ini, berawal dari konsep comprehensive yang menerangkan arti kata “city” yaitu kota yang didalamnya terdapat berbagai fasilitas. Fasilitas tersebut dikembangkan dalam bentuk clustered dan terwujud dalam 3 zona yang meliputi: Margo Zone, City Zone dan O-Zone dengan rincian:

  1. Margo Zone adalah area Food & Beverage dengan rangkaian café, restoran, patisserie and bakery serta Food Court dengan desain unik ber kapasitas 500 tempat duduk.
  2. City Zone merupakan area retail fashion dan life style yang menampilkan beragam fasilitas dan brand dari dalam maupun luar negri.
  3. Melengkapi kedua zone tersebut, area depan Margo City di lengkapi dengan O-Zone, sebuah area outdoor dengan kelengkapan fasilitas olahraga dan out door seperti : futsal, basket, jogging track, cycling track, skateboard area, bungee trampoline serta beragam fasilitas untuk mahasiswa (students center, DVD/ VCD rental, studio recording, café, dll).

Mengusung konsep minimalis, mal ini tidak banyak menampilkan ornamen pada interiornya kecuali lengkungan sisi berwarna putih penyangga atap yang hanya berada di satu sisi. Warna yang digunakan pun tidak terlalu banyak, hanya menggunakan perpaduan warna jingga, biru dan putih. Hal ini menunjukkan bahwa hal yang ingin ditonjolkan oleh margo city adalah sculpture berupa lengkungan besi berwarna putih. Konsep ini sangat berhasil karena sculpture ini kemudian menjadi landmark jalan margonda raya, dan dapat dilihat dari jarak yang cukup jauh.

Margo City memiliki koridornya yang luas. Di lantai dasar lebarnya sekitar 9 meter dan di lantai atas selebar 3 meter. Mal ini juga mengadaptasi koridor tunggal supaya pengunjung tidak bingung mencari toko tujuan.

Desain ini juga menguntungkan penyewa karena pengunjung bisa langsung melihat semua toko yang ada di mal, tidak seperti Depok Town Square yang memberikan alur sirkulasi yang menyulitkan pengunjung, karena adanya permainan arah eskalator.

Atrium terdapat di depan pintu utama seluas 400 meter persegi dengan langit-langit kaca tembus pandang setinggi 40 meter, sehingga pengunjung dapat menikmati pencahayaan alami dan pengelola dapat mengurangi penggunaan pasokan listrik di siang hari. Dari atrium tampak mahkota Margo City berupa rangkaian besi berwarna putih. Mahkota ini dibuat dengan tujuan menjadikan Margo sebagai Landmark Depok.

Margo City sendiri sejak awal direncakan sebagai pusat perbelanjaan dan pusat hiburan dengan area open space yang besar. Dapat terlihat dengan adanya area bermain bagi anak – anak dan remaja. Tersedia fasilitas untuk bermain skateboard, dan juga flying fox.

Ide memberi ruang terbuka di depan mal memang memberikan kesan lapang, tapi sayangnya ini membuat Margo hanya ramah bagi pemilik kendaraan bermotor. Pengunjung harus berjalan kaki sekitar empat menit untuk mencapai pintu utama. Untuk itu pengelola menyediakan sarana transportasi berupa mini train untuk pengunjung yang berjalan kaki.

Kanopi yang melindungi jalur pejalan kaki pun tidak sepenuhnya memadai menaungi pejalan kaki karena memiliki celah-celah yang bisa diterobos sinar atau air. Pemilik kendaraan juga mengalami masalah yang sama karena kanopi yang disediakan tidak menjangkau lokasi parkir yang jauh dari bangunan utama.

Dari sisi lingkungan, mal ini sebetulnya bisa menjadi bangunan yang lebih ramah lingkungan jika ruang terbuka yang menjadi wilayah resapan air tidak sepenuhnya ditutupi paving block. Alternatifnya, bisa disediakan area terbuka dengan pepohonan yang cukup banyak.

Hal yang patut dipelajari dari Margo City adalah letaknya yang berdekatan dengan Depok Town Square, hal ini menjadikan area jalan di depan margo City menjadi simpul kemacetan jalan Margonda Raya. Seharusnya pemerintah kota mempertimbangankan lokasi antar mall, karena dapat berdampak buruk pada aksesibilitas jalan. Selain itu, perlu dipertimbangkan mengenai kecocokkan tata guna lahan yang telah ditetapkan dengan penggunaan bangunan itu sendiri. Jangan sampai merubah tata guna lahan sebagai daerah resapan air menjadi bangunan yang hanya mempertimbangkan nilai ekonomi.