Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK) mengacu pada pemanfaatan wilayah kota secara terperinci, pemanfaatan ini diharapkan dapat membawa perubahan besar dalam masyarakat di Indonesia dalam segi ekonomi, pendidikkan dan lain-lain. Oleh karena itu pemerintah membuat sejumlah detail tata ruang kawasan untuk dimanfaatkan oleh masyarakat.
Contoh isu pemanfaatan lahan yang relevan untuk dibahas antara lain adalah sebagai berikut:
A. Pemanfaatan Lahan yang Kurang Memperhatikan Daya Dukung Lingkungan
Perhatian terhadap daya dukung lingkungan merupakan kunci bagi perwujudan ruang hidup yang nyaman dan berkelanjutan. Daya dukung lingkungan merupakan kemampuan lingkungan untuk mengakomodasi kegiatan-kegiatan yang berkembang di dalamnya, dilihat dari ketersediaan sumber daya alam dan buatan yang dibutuhkan oleh kegiatan-kegiatan yang ada, serta kemampuan lingkungan dalam mentolerir dampak negatif yang ditimbulkan.
Perhatian terhadap daya dukung lahan seyogyanya tidak terbatas pada lokasi di mana sebuah kegiatan berlangsung, namun harus mencakup wilayah yang lebih luas dalam satu ekosistem. Dengan demikian, keseimbangan ekologis yang terwujud juga tidak bersifat lokal, namun merupakan keseimbangan dalam satu ekosistem.
Tidak dapat dipungkiri saat ini masih dijumpai pemanfaatan lahan yang kurang memperhatikan daya dukung lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai permasalahan yang masih kita hadapi seperti semakin berkurangnya sumber air baku, baik air permukaan maupun air bawah tanah terutama di kawasan perkotaan besar dan metropolitan. Di samping itu, tumbuhnya kawasan-kawasan kumuh di kawasan perkotaan mencerminkan pengembangan kawasan perkotaan yang melampaui daya dukung lingkungan untuk memberikan kehidupan yang sejahtera kepada masyarakat.
Permasalahan banjir yang frekuensi dan cakupannya meningkat juga disebabkan oleh maraknya pemanfaatan lahan di kawasan resapan air tanpa memperhatikan dampaknya terhadap kawasan yang lebih luas.
Terkait daya dukung lingkungan, terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pemanfaatan lahan:
a. Ketersediaan sumber daya alam dan sumber daya buatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan yang akan dikembangkan. Dalam konteks ini ketersediaan tersebut harus diperhitungkan secara cermat, agar pemanfaatan sumber daya alam dapat dijaga pada tingkat yang memungkinkan upaya pelestariannya.
b. Jenis kegiatan yang akan dikembangkan harus sesuai dengan karakteristik geomorfologis lokasi (jenis tanah, kemiringan, struktur batuan). Hal ini dimaksudkan agar lahan dapat didorong untuk dimanfaatkan secara tepat sesuai dengan sifat fisiknya.
c. Intensitas kegiatan yang akan dikembangkan dilihat dari luas lahan yang dibutuhkan dan skala produksi yang ditetapkan. Hal ini sangat terkait dengan pemenuhan kebutuhan sumber daya alam dan sumber daya buatan sebagaimana telah disampaikan di atas. Intensitas kegiatan yang tinggi akan membutuhkan sumber daya dalam jumlah besar yang mungkin tidak sesuai dengan ketersediaannya.
d. Dampak yang mungkin timbul dari kegiatan yang akan dikembangkan terhadap lingkungan sekitar dan kawasan lain dalam satu ekosistem, baik dampak lingkungan maupun dampak sosial. Hal ini dimaksudkan agar pengelola kagiatan yang memanfaatkan lahan dapat menyusun langkah-langkah antisipasi untuk meminimalkan dampak yang timbul.
e. Alternatif metoda penanganan dampak yang tersedia untuk memastikan bahwa dampak yang mungkin timbul oleh kegiatan yang akan dikembangkan dapat diselesaikan tanpa mengorbankan kepentingan lingkungan, ekonomi, dan sosial-budaya masyarakat.
B. Konversi Pemanfaatan Lahan yang Tidak Terkontrol
Konversi pemanfaatan lahan dari satu jenis pemanfaatan menjadi pemanfaatan lainnya perlu diperhatikan secara khusus. Beberapa isu penting yang kita hadapi saat ini antara lain adalah:
a. Konversi lahan-lahan berfungsi lindung menjadi lahan budidaya yang berakibat pada menurunnya kemampuan kawasan dalam melindungi kekayaan plasma nuftah dan menurunnya keseimbangan tata air wilayah.
b. Konversi lahan pertanian produktif menjadi lahan non-pertanian secara nasional telah mencapai 35.000 hektar per tahun. Khusus untuk lahan pertanian beririgasi di Pulau Jawa, laju alih fungsinya telah mencapai 13.400 hektar per tahun yang tentunya disamping mengancam ketahanan pangan nasional, juga dapat mengganggu keseimbangan lingkungan.
c. Konversi ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan menjadi lahan terbangun telah menurunkan kualitas lingkungan kawasan perkotaan.
Permasalahan tersebut di atas terjadi akibat dari kurangnya perhatian terhadap kepentingan yang lebih luas. Untuk mengatasinya diperlukan perangkat pengendalian yang mempu mengarahkan agar pemanfaatan lahan tetap sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar